Isekai wa Heiwa deshita Chapter 362

Setelah Eden-san pergi, Neun-san dan aku berhenti setelah berjalan cukup jauh dari Kuro dan Dr. Vier.

[Ahh, ngomong-ngomong…… Kita dibawa ke sini dengan kekuatan Eden-san, tapi kita lupa memberi tahu Lilia-san dan yang lainnya bahwa pertempuran sudah berakhir……]

[Ahhh, kau tidak perlu khawatir tentang itu.]

Itu adalah Alice, bukan Neun-san, yang menjawab pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari pikiranku.

[Aku telah meninggalkan Clone Alice-chan # 44: Phantasmal King Version di sana, jadi dia akan memberitahu orang-orang di sana apa yang terjadi.]

[Be-Begitu, terima kasih.]

[Ya ya. Kalau begitu, jika kau masih memiliki perintah lain, panggil saja aku~~]

Setelah dia mengatakan itu, dia memberi tahu Lilia dan yang lainnya tentang bagaimana situasinya baik-baik saja sekarang, Alice menghilang lagi.

Alice adalah seseorang yang segera memahami situasinya dan langsung mengatasinya, dan itulah mengapa aku benar-benar bisa mengandalkannya.

Saat Alice menghilang, Neun-san mulai melihat sekeliling dengan gelisah.

Setelah itu, Neun-san dengan lancar berlutut dan meletakkan tiga jari dari kedua tangannya di tanah…… dan membungkuk dalam dogeza.

[…… Kaito-san, aku minta maaf atas semua masalah yang kubawa untukmu!]

[Ehh? Ah, errr……]

[Maaf atas ketidaknyamanan yang aku sebabkan karena buta akan kelemahanku sendiri. Aku pasti akan meminta maaf untuk ini!]

[T-Tidak!? Aku baik-baik saja dengan permintaan maafnya, jadi tolong angkat kepalamu!]

[Ta-Tapi……]

Rupanya, Neun-san sangat prihatin karena telah memusuhiku sebelumnya, saat dia terus menundukkan kepalanya, membiarkannya hampir menyentuh tanah.

Aku tidak terlalu keberatan dengan apa yang terjadi, jadi aku mencoba meminta Neun-san untuk mengangkat kepalanya, tapi dia tidak mengangkatnya sama sekali.

Bagaimana aku harus mengatakan ini, dibungkukkan dalam dogeza seperti ini rasanya agak canggung…… Aku bahkan tidak memintanya untuk meminta maaf……

[Po-Pokoknya, aku tidak keberatan, oke !?]

[…… Iya.]

Setelah beberapa kata lagi, Neun-san dengan enggan mengangkat kepalanya, tapi dia masih terlihat khawatir tentang itu.

Hm-Hmmm. Udara terasa berat….. A-Apakah ada topik bagus yang bisa kami alihkan pembicaraannya? Sesuatu yang bisa mengubah suasana hati saat ini ……

[…… Ng-Ngomong-ngomong!]

[Iya?]

[Jika ini adalah Bukit Pahlawan, "Kota Persahabatan" pasti ada di dekatnya, kan !? Ka-Karena kita dekat…… Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu dan melihat sekeliling……]

[Apa !?]

Itu hanyalah hal acak yang kusarankan dalam keputusasaan tapi....... reaksi Neun-san sangat berbeda dari yang kuperkirakan.

Saat Neun-san mendengar kata-kataku, wajahnya terlihat putus asa, seolah dunia telah berakhir. Saat dia mulai berkeringat deras, dia bergumam.

[…… Ka-Kaito-san…… Ka-Kau semarah itu……]

[…… Ehh?]

[A-Aku benar-benar minta maaf! A-Aku akan melakukan apapun! Apapun selain itu……]

[Eh? Ehhh !?]

Untuk beberapa alasan, Neun-san menundukkan kepalanya lagi, lebih kuat dari sebelumnya. Eh? Mengapa? Apakah aku mengatakan sesuatu yang aneh?

Saat aku dibingungkan oleh tindakannya, suara Alice keluar entah dari mana.

[…… Seperti yang diharapkan dari Kaito-san, mencoba membawa Hikari-san ke “tempat yang paling tidak ingin dia kunjungi di dunia”. Ini memang hukuman yang sangat merusak rasa malunya.]

[U-Unnn? A-Apa maksudmu?]

[Eh? Yah, bagaimanapun juga, di Kota Persahabatan Hikari, ada banyak patung Hikari-san yang didirikan……]

[…………….]

Ahhhhhhhh !? Oh sial! Be-Begitu...... Kota Persahabatan, pada dasarnya, adalah tempat di mana mereka menghormati Pahlawan Pertama......

Maksudnya adalah, itu seperti kuil kepala untuk sekte yang memuja Pahlawan Pertama, dan itu adalah tempat yang tidak ingin didekati Neun-san.

Dan kemudian, meskipun aku sama sekali tidak menyadari semua itu, aku masih mengundang Neun-san yang merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi sebelumnya ke kota.

Dengan kata lain, untuk Neun-san, yang aku katakan tadi adalah…… “Sebagai hukuman, aku akan membuatmu merasa sangat malu. Kau tidak punya hak untuk menolak. ”…… atau sesuatu seperti itu.

[Bu-Bukan begitu! Neun-san, aku tidak pernah bermaksud seperti itu ketika aku mengatakan itu...... To-Tolong angkat kepalamu! Tidak apa-apa!]

[Na-Namun, Kaito-san marah padaku……]

[Aku tidak marah padamu! Aku mengatakan yang sebenarnya, oke!?]

[Kalau begitu, aku harus menawarkan permintaan maafku……]

[Apa kata-kataku tidak masuk akal di benakmu !?]

[Su-Sudah kuduga, kau marah……]

[Tidak, tidak, seperti yang kubilang, aku tidak marah!]

[Kalau begitu, permintaan maafku……]

[Apa-apaan dengan putaran tak terbatas ini !?]

…… Ini tidak akan berhasil. Begitu dia mulai berpikir ke arah negatif, dia sangat keras kepala. Aku memang salah karena aku mengatakan sesuatu dengan sembarangan, tapi sepertinya ada di benak Neun-san…… Aku menolak permintaan maafnya = Aku sedang marah.

Aku merasa ini akan terus berlanjut sampai aku menerima semacam permintaan maaf….. Haruskah aku membuatnya melakukan sesuatu?

[…… E- Errr, lalu……]

Untuk saat ini, aku memikirkan sesuatu yang aman untuk dia lakukan sebagai permintaan maaf. Mendekati Neun-san, yang masih menundukkan kepalanya, aku berbisik padanya.

Apa yang aku buat dia lakukan tidak akan terlalu membebani Neun-san, dan aku juga akan berterima kasih padanya untuk itu…… Kurasa itu akan menjadi permintaan yang bagus untuk sesuatu yang kupikir dadakan ya?

Namun, respon Neun-san terhadapnya…… ​​juga berbeda dari yang kuperkirakan.

[…… Fueehhh? A-A-A-Artinya, mungkin…… A-Aahhh…… A- Aku pernah mendengarnya sebelumnya…… ​​I-Itu adalah kode rahasia, kan……?]

[Errr…… Neun-san?]

Untuk beberapa alasan, Neun-san mengangkat wajah merah cerahnya, menatapku dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Eh? Ada apa dengan reaksinya?

Setelah itu, Neun-san meletakkan tangannya di dagunya. Melihat ke bawah ke tanah, dia mulai menggumamkan sesuatu.

[…… Hu-Hubungan pranikah…… Na-Namun, aku memang mengatakan aku akan melakukan apa saja…… Aahhh, tapi melakukan hal seperti itu sebelum menikah adalah…… Tidak, tapi aku tidak bisa begitu saja mencabut pernyataanku sebelumnya…… Na-Namun, itu memalukan……. Tapi kemudian……]

[…… Neun-san? Neun-san!]

[Hyaahhh !?]

[A-Apakah kau baik-baik saja?]

[A-AA-AAku aaaikk sjaa !?]

…… Eh? Apa yang dia katakan?

[…… E-Errr, kau bisa mengatakannya jika kau tidak mau, tahu? Jika kau tidak menyukainya, aku bisa lasngsung memikirkan hal lain untuk dimunta……]

[Ti-Tidak! A-Aku tidak keberatan! Aku tahu aku tidak memiliki pengetahuan tentang ini, tetapi aku akan melakukan segala dayaku untuk "menebus kesalahan dengan tubuhku"! Aku tidak keberatan melakukan "itu" sebagai permintaan maafku!]

……Ada yang salah. Seperti yang aku pikirkan, ada sesuatu yang salah.

Mengapa dia terlihat seperti siap menghadapi kematiannya?

Tadi… Aku berkata “Aku akan pergi mengunjungimu, jadi tolong siapkan sesuatu yang enak untukku” padanya……

H-Hmmm. Dengan penampilan Neun-san saat ini, apakah dia berencana memasakkan makanan mewah untukku? Ini tidak seperti dia perlu mempersiapkan sebanyak itu……

[Ah, yah, kau tidak perlu terlalu memikirkannya, tahu?]

[Ti-Tidak! Ini adalah masalah penting, jadi aku akan memastikan bahwa aku sudah siap!]

[Be-Begitukah……]

[Ah, ha-haruskah aku menyiapkan kamar mandi juga?]

[Eh? Kau tidak benar-benar harus sampai sebegitunya…… tetapi jika Neun-san tidak keberatan.]

Benar-benar kejutan. Tidak hanya makan, dia bertanya padaku apakah dia harus menyiapkan kamar mandi juga. Dia tidak harus sebegitu perhatian… Aku ingin tahu apakah pemandian di rumah Neun-san itu seperti pemandian kayu cemara? Jika memang begitu, aku ingin mandi di dalamnya.

[…… U-Ummm…… Kaito-san…… Mana yang lebih kau suka, kimono atau yukata?]

[…… E-Errr, kurasa aku lebih suka yukata?]

Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu perbedaan antara kimono dan yukata…… Daripada itu, kenapa dia menanyakan hal seperti itu?

Ibu, Ayah ———- Sebagai permintaan maaf atas masalah ini, aku meminta Neun-san untuk mentraktirku makanan rumahan. Namun, aku bertanya-tanya apakah itu hanya imajinasiku? Entah bagaimana, aku merasa reaksi Neun-san ———– anehnya terasa gelisah.



Next Post
« Prev Post
Previous Post
Next Post »

Comments